Friday, 17 May 2013

MARI MENGENAL MAKANAN LUBUKLINGGAU

BURGO
MARTABAK INDIA
MIE CELOR
MODEL GENDUM
PEMPEK N FAMILY


Tidak ada yang lebih menarik pada saat kunjungan ke kota lain selain mencari makanan daerah asli. Mendarat di kota Lubuk Linggau yang adalah bagian dari propinsi Sumatera Selatan, saya langsung bertanya kepada tuan rumah makanan-makanan khas kota Lubuk Linggau. Ternyata saya disodorkan beberapa makanan yang tidak asing di telinga saya yaitu makanan-makanan yang bisa saya temui di kota Palembang. Di antara nama-nama yang disodorkan adalah pempek, tekwan, model, otak-otak, burgo, dan lain-lain lagi. Kesemuanya bukan makanan yang asing bagi saya.
Kota Lubuk Linggau adalah kotamadya kecil dalam arti sesungguhnya. Terletak cukup jauh dari kota Palembang karena berlokasi diperbatasan antara Sum-Sel dengan Bengkulu. Tidak heran jika Lubuk Linggau lebih dekat dicapai lewat Bengkulu, 3,5 jam jalan darat sedangkan dari Palembang bisa 5 sampai 6 jam lewat jalan darat.

Jalan utama Lubuk Linggau hanya 2 yaitu Jl.Yos Sudarso dan Jl. Sudirman. Jl. Sudirman adalah jalan di mana pasar berada sehingga yang ada adalah pasar dan ratusan toko klontong serta dipenuhi pedagang kaki lima yang membuat jalan Sudirman menjadi jalan yang paling semrawut di antara jalan-jalan lain. Jl. Yos Sudarso adalah jalan utama di mana bank dan kantor pemerintah berada kecuali kantor Walikota yang terletak jauh di pinggir kota Lubuk Linggau.

Pempek

Karena lahan yang tersedia di jalan utama tidak banyak maka rumah makan banyak tumbuh di jalan-jalan perumahan yang berubah fungsi menjadi restoran kecil. Teras dan terkadang ruang tamu menjadi tempat untuk menata meja dan kursi buat pelanggan bersantap.

Untuk malam pertama di Lubuk Linggau saya saya minta diantar ke tempat yang menjual pempek. Dalam waktu yang relatif singkat dari Jl.Yos Sudarso, hotel Citra, tempat saya menginap saya dibawa ke sebuah jalan kecil di mana ada rumah yang di halaman depannya terdapat gerobak kayu yang memajang berbagai jenis pempek. Di situ tidak hanya pempek, tekwan, dan model yang masih berbahan utama ikan dan sagu pun tersedia. Buat saya yang menggemari pempek maka saya segera mengenali kualitas pempek yang sedang saya santap tersebut sebagai pempek yang tergolong enak.

Martabak India

Keesokan paginya, sambil menyusuri jalan Yos Sudarso saya melihat sebuah rumah makan yang khusus menjual Martabak. Martabak ala kota Palembang yang saya kenal bukan seperti martabak yang biasa kita jumpai di Jakarta. Di Palembang ada martabak ala India yang sangat terkenal yaitu martabak ala India dengan nama HAR. Dikenal juga sebagai martabak India karena yang menjual adalah keturuanan India.

Saya penasaran ingin mencoba. Ternyata bahan dan cara membuatnya sama dengan martabak HAR tetapi bumbunya sama sekali berbeda. Kalau martabak HAR menggunakan bumbu kari kentang maka di Lubuk Linggau saya menjumpai saos bumbu yang rada asam. Ketika saya tanyakan pada ibu yang menjual, dia mengatakan bahwa bumbunya dari ketan dan kentang. Ketika saya tanyakan alasannya, secara sederhana dia mengatakan bahwa dia tidak tahu cara membuat saos bumbu kari seperti martabak HAR. Sangat polos dan jujur.

Model Gandum

Untuk keesokan harinya saya menanyakan kepada tuan rumah agar mencarikan jenis makanan daerah lain untuk makan pagi. Alhasil saya ditawarkan mencobai “model gandum”.

Buat saya model gandum bukan barang baru. Di Palembang, model gandum adalah makanan jajan sore hari yang keluar ke jalan-jalan umum menggunakan gerobak sekitar pukul 3 petang. Makanan yang terbuat seluruhnya dari gandum tersebut bukanlah makanan mahal sehingga populer sebagai makanan iseng sore hari.

Perbedaan model gandum di Palembang dengan Lubuk Linggau terletak pada ukurannya. Kalau di Palembang ukuran model gandum bisa berukuran 1.5 kali bola tenis lapangan maka di Lubuk Linggau ukurannyan lebih kurang sebesar bola tenis meja. Cara penyajiannya sama saja, dipotong-potong kecil kemudian disirami kuah bening dengan aroma rempah yang sangat kuat, khususnya biji cengkeh serta irisan kecil daging sapi. Tempat menjual model gandum yang kami kunjungi berupa warung kecil, sangat ramai dikunjungi pembeli sampai-sampai terjadi antrian dari mereka yang mau membungkus untuk dibawa pulang.

Mie

Makan pagi identik dengan makan mie, maka perburuan berikutnya adalah mencari mie ala Lubuk Linggau. Maka pagi hari kami menyusuri jalan Batur di mana ada sebuah restoran rumah yang memang spesialis menjual mie. Seperti tampak pada gambar, mie ala Lubuk Linggau tidak disajikan di mangkok melainkan disajikan dengan piring makan. Jika kita minta menu komplit maka akan diberikan pangsit, baso ikan, dan sayuran. Aslinya mienya dimasak dan dilengkapi dengan taoge tetapi kita bisa minta jangan diberi taoge jika tidak terbiasa.

Burgo

Nah makanan yang satu ini tidak sempat saya nikmati namun untuk mengobati penasaran pembaca saya ceritakan sedikit. Burgo terbuat dari adonan tepung gandum yang dibuat seperti dadar namun tipis kemudian digulung kemudian di potong-potong seukuran lebar 2 jari tangan. Kemudian disirami kuah santan berwarna kuning, diatasnya ditaburi bawang goreng dan boleh ditambahi sambal merah sesuai selera. Hem…nyam…nyammm…

Demikian sekilas wisata kuliner di tengah-tengah kunjungan saya ke kota Lubuk Linggau yang masih satu propinsi dengan Sumatera Selatan, tidak heran makanannya tidak jauh berbeda, tetapi rasa dan cara penyajian bisa berbeda. Orang tua bilang, “Lain padang lain belalang yang artinya menggambarkan lain daerah lain adat istiadatnya.

No comments:
Write komentar

tinggalkan jejak