Pada masa sekarang ini, Mandi aur hanyalah nama sebuah desa yang masuk kedalam wilayah Kecamatan Muara kelingi Kabupaten Musi Rawas Sumatera selatan. Berada dialiran sungai kelingi yang sudah mendekati kearah bagian paling hilir sungai kelingi yaitu muara kelingi yang akan menyatu kesungai musi.
Menurut penelitian sejarah Prof.Abdullah Sidik dalam bukunya Hukum Adat Rejang terbit tahun 1980 (Prof. Abdullah Sidik adalah seorang Dosen di University Kenegaraan Malaysia, yang berasal dari Bengkulu) yang mengupas tentang sejarah hukum adat bangsa Rejang, yang pada masa dahulu masuk kedalam wilayah kesultanan Palembang Darussalam. Nama Mandi aur sudah ada sejak diresmikankannya Kesultanan Palembang darussalam pada tahun 1662.
Berdasarkan naskah lama belanda yang ada di Tropen Museum Belanda dituliskan: “....tak lama setelah pengukuhan dirinya sebagai Sultan Pertama Kesultanan Palembang Darussalam, Sultan Cinde Walang (bergelar Kholifatul Sayidul Mukmin, dilidah Masyarakat uluan pada waktu itu lebih dikenal dengan sultan cinde balang), berkesempatan mengunjungi daerah uluan ke arah hulu musi dan meresmikan berdirinya 3 marga baru yaitu Marga Tanjung Raya (di Musi banyuasin), Marga Semangus dan Marga Mandi aur (di Musi rawas).
Mandi Aur berarti "mandi dibawah bambu". Konon, pada zaman dahulu kala, seorang warga pertama yang mendiami wilayah ini tidak mempunyai anak. Kemudian warga tersebut memohon kepada Tuhan agar diberikan anak dan doanya dikabulkan tetapi dengan syarat warga tersebut harus mandi di bawah rumpun bambu. oleh karenanya, maka daerah ini dinamakan Mandi Aur. Menurut para tetua, di daerah ini terdapat banyak makam para kyai dan ulama dari Arab. Namun hanya sebagian orang saja yang mengetahui dan hal ini tidak diberitahukan kepada khalayak ramai dikarenakan takut terjadi kemusyrikan.
Hal lain yang dianggap sebagai sebab pemberian nama Mandi Aur adalah karena pada mulanya sebelum dijadikan pemukiman/rompok, disepanjang aliran sungai kelingi di daerah ini dipenuhi rumpun bambu yang lebat, yang setiap pagi dan sore menjulur kedalam air yang seperti orang yang sedang mandi.
Karena merupakan sebuah marga maka ditunjuklah orang paling kuat dan pintar yang menjadi kepala marga. Setiap tahun atau setiap pihak kesultanan palembang akan mengadakan acara-acara besar seperti perkawinan putra-putri Sultan, pihak marga di daerah uluan harus mengirim upeti yang disebut milir sebah dan mengikuti atura hukum formil pada waktu itu yang tertuang di dalam undang-undang simbur cahaya.
Ada 3 makam keramat yang terkenal dan masih disambangi oleh warga mandi aur dan sekitarnya, bahkan ada yang datang dari luar sumatera karena mendapat mimpi tentang situs keramat tersebut. Tiga keramat tersebut adalah Keramat Kuba,Keramat Bujang Jawara (Juwaro) & Keramat Pendam Kitab. Dua Keramat yang pertama berada di Dusun I (Mandi aur Lama), Keramat yang ketiga berada didusun III (gading Indah,kambang ikan).
Mandi aur diresmikan sebagai nama sebuah marga oleh kesultanan Palembang pada tahun 1662, bersamaan dengan diresmikannya 2 marga yang lain yaitu Marga Semangus dan Marga Tanjung Raya. Pada perkembangannya setelah kesultanan Palembang Darussalam dibekukan oleh Pemerintah Kolonial Belanda Pada tahun 1883, marga Mandi aur berubah nama menjadi Marga Proatin IX dengan diperintah oleh seorang pesirah (biasanya diberi gelar Depati atau pangeran oleh pihak eks Kesultanan Palembang Darussalam/Gubernement yang merupakan kaki tangan pemerintah kolonial) dan merupakan bagian dari onder district Muara kelingi yang beribukota dimuara kelingi yang dipimpin oleh seorang Demang.
Onder district muara kelingi berada dibawah naungan Onder Afdeling Musi Ulu yang beribukota di Muara Beliti dengan diperintah oleh seorang Kontroller. Onder Afdeling Musi Ulu Merupakan bagian dari Afdeling Palembang Bovenlandens yang beribukota di lahat dan diperintah oleh seorang Asisten Resident. Sedangkan Palembang sendiri merupakan ibukota dari keresidenen Zuid Sumatra yang diperintah oleh seorang Residen yang merupakan perpanjangan tangan dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang bermarkas di batavia (Jakarta).
Mandi aur, karena merupakan ibukota Marga, maka ditunjuk juga seorang pembarap yang lebih kurang seperti lurah di kota kecamatan tapi punya kekuasaan melebihi lurah karena dapat juga menggantikan tugas pesirah jika Pesirah sedang tidak berada di tempat.
Mandi aur yang sekarang adalah penggabungan dari tiga dusun/proatin yang lama yaitu, dusun mandi aur, dusun jung (perahu) dan dusun podak. Dusun mandi aur yang lama berada kira-kira 2 kilometer ke arah hilir sungai kelingi dari posisi Desa Mandi aur yang sekarang, bisa dibuktikan dengan kuburan lama tak beridentitas lagi. Konon dulu sering terjadi peperangan dengan dusun Tanjung yang berada tidak jauh dari dusun lama mandi aur hingga akhirnya posisi dusun digeser sedikit kearah hulu sampai dengan sekarang.
Sedangkan dusun podak penduduknya banyak yang dimangsa oleh buaya podak karena dendam seekor raja buaya dengan anak kepala dusun podak yang telah membunuh anaknya, hingga semua penduduknya melarikan diri kearah hulu bahkan sampai kemarga sindang kelingi (kota lubuk linggau sekarang) dan penduduk yang cukup berani bergabung dengan penduduk dusun mandi aur.
Adapun dusun jung berada di sekitar desa lubuk rumbai sekarang, dinamakan dusun jung karena penduduknya tinggal diatas sungai diatas perahu jung. Pada suatu ketika terjadi banjir besar hingga banyak perahu/jung yang hanyut dan tenggelam. Sisa-sisa penduduknya yang selamat juga akhirnya bergabung menjadi penduduk mandi aur. Di desa Mandi aur sekarang paling sedikit ada tiga dialek yang berbeda yang dituturkan oleh masyarakatnya. Ini karena memang penduduknya berasal dari tiga rumpun yang berbeda.
Salah satu Pangeran Mandi Aur Muara Kelingi Musi Rawas ini adalah kakek dari Bupati Musi Rawas dua periode, Ridwan Mukti yang sekarang ini berencana maju menjadi calon Gubernur Sumatera Selatan periode 2013-2018 mendatang.
No comments:
Write komentartinggalkan jejak