Layaknya seorang pemimpin, SBY banyak mendapatkan penilaian, kesan dan kritik publik. Dalam berbagai media dan kesan banyak pengamat, SBY adalah sosok pemimpin yang peragu, lamban dan tidak desisive. Oleh karena itu, menurut mereka, SBY dianggap tidak cocok untuk meminpin negara yang masih tertimpa krisis seperti Indonesia.
Namun kesan seperti itu tidak ditemukan dalam buku Harus Bisa, Seni Memimpin ala SBY karya Dr. Dino Patti Djalal ini. Sebagai orang yang bekerja di lingkungan istana, Dino tentu banyak bersentuhan dengan presiden SBY dan buku ini adalah hasil rekaman persentuhan itu, yang disebutnya sebagai leadership note. Buku ini merekam dengan baik peristiwa-peristiwa seputar istana, terutama tentang isu-isu kepemimpinan.
Menurut Dino dalam pengantar buku ini, seorang pemimpin, apalagi seorang presiden, harus mempunyai segudang kualitas, seperti handal menangani kebijakan, sigap dalam mengambil keputusan, judgment yang matang, intelektualitas yang tinggi, inovatif, berani mengambil resiko, adaptif, naluri yang tajam, kepedulian terhadap masalah, tangguh mental, mau interospeksi dan belajar dari kesalahan, mampu menentukan prioritas, gigih mencari solusi, mampu memabaca perubahan zaman dan tren dunia, mampu beradaptasi, akhlak yang baik, dan lain-lain.
Dalam buku setebal 434 halaman ini, Dino mencatat banyak pelajaran kepemimpinan (leadership lesson) yang didapat selama bersentuhan dengan SBY. Semuanya diungkap dalam bab-bab buku ini, yaitu memimpin dalam krisis, memimpin dalam perubahan, memimpin rakyat dan menghadapi tantangan, Memimpin Tim dan Membuat Keputusan, Memimpin di Pentas Dunia dan Memimpin Diri Sendiri.
Jika kita menelaah isi dari buku ini dari bab ke bab, kesan negatif terhadap kepemimpinan SBY seperti peragu dan lamban tidak akan ada lagi. Yang terjadi justeru sebaliknya, kita akan berpandangan bahwa SBY adalah sosok pemimpin yang mempunyai leadership type yang kokoh dan pemimpin yang mempunyai kualitas yang mapan.
Kualitas itu bisa dilihat saat dia menyelesaikan berbagai persoalan yang menimpa negeri ini. Dalam menyelesaikan masalah Tsunami di Aceh, seumpamanya, dia menanganinya dengan tepat dan cepat. Dia meninjau langsung kelapangan saat ada bencana. Pada saat terjadi bencana Tsunami tersebut, SBY berada di Nabire Papua yang tertimpa Gempa lebih dulu. SBY langusng terbang ke Aceh setelah mendengar berita bencana yang meluluhlantahkan Aceh tersebut.
Bukan hanya itu, kualitas kepemimpinan SBY juga terlihat jelas saat menangani persoalan bencana Tsunami tersebut. SBY seperti menyelam sambil minum air. Dia tidak hanya menyelesaikan persolan akibat tsuunami tersebut, tetapi dia juga menyelesaikan persolan komflik Aceh yang telah bergolak selama berpuluh-puluh tahun sebelum bencana tsunami. Momentum bencana, dianggap SBY, sebagai momentum yang tepat untuk merekatkan semua komponen dalam menangani persoalan kebangsaan. Hasilnya setelah melakukan perundingan, Indonesia bisa berdamai dengan kelompok GAM. Inilah prestasi yang luar biasa dari kepemimpinan SBY yang tidak dicapai oleh pemimpin-pemimpin Indonesia sebelumnya. Tentu saja perundingan ini bukan persoalan yang mudah dan juga mengandung banyak resiko. Karena jika gagal, reputasi SBY akan menjadi taruhannya. Namun, menurut Dino, dengan keputusan itu SBY merupakan pemimpin yang berani mengambil resiko dan itulah yang mesti dilakukan oleh seorang pemimpin.
Selain itu, cerita tentang menghilangnya dua wartawan Metro TV, Budianto dan Meutya Hafid yang disandera oleh kelompok bersenjata di Rumadi Irak, menjadi cerita ketegasan dan ketepatan waktu (real time) sosok SBY dalam menanggapi masalah. Ceritanya, pada sekitar pertengahan bulan Februari 2005, pihak Istana mendengar kabar sandera tersebut. Kabar tersebut sangat menghawatirkan karena sebelumnya dua warga asing berakhir dengan teragis, dibunuh dengan cara keji. Ketika istana mendengar kabar tersebut, jam sudah menunjukkan jam 01.00 Wib. SBY sudah nyenyak dalam tidurnya. Namun setelah Dino membangunkannya dan mengabarkan kepadanya prihal sandera, Dia tidak menundanya sampai esok hari, melainkan langsung membuat pernyataan pers yang direkam oleh Associated Press dan Al-Jazeera yang intinya mengetuk hati penculik untuk membebaskan mereka berdua. Bagi SBY, ini adalah persolan hidup mati warganya yang harus diperjuangkan dengan cepat tanpa menunda-nunda.
Kelebihan SBY juga adalah kemampuannya dalam berpikir di luar kelaziman(think outside the box), yang menurut Dino harus dimiliki oleh setiap pemimpin. Dalam artian, aturan-aturan yang berlakun dalam keadaan nomal tidak relevan. Maka, seorang pemimpin harus membaca keadaan untuk segera mengmabil keputusan kreatif dengan memperhitungkan segala kemungkinan masalah. SBY mampu melakukan itu pada saat terjadi bencan Tsunami. Karena parahnya keadaan Ace akibat Tsunami, dia langsung membuat kebijakan untuk membebaskan para relawan luar negeri pergi keluar masuk Aceh. Kebijakan ini disebut sebagai kebijakan ’open sky policy’, yang terbukti sangat membantu mempercepat proses rekonstruksi Aceh.
SBY juga, dalam bahasa Dino, adalah sosok pemimpin yang nasionalis dan internasionalis. Dalam artian, selain memfokuskan dan menyelesaikan pada persolan dalam negeri, SBY juga memperhatikan dan berpartisipasi dalam masalah-masalah internasional. Menurut Dino, SBY adalah sosok foreign policy president indonesia terbaik selama ini—bahkan bisa dikatakan yang paling baik. SBY mempunyai kemampuan yang luar biasa dalam berkomunikasi dan berhubungan dengan dunia internasional, bahkan kemampuannya melebihi diplomat ulung yang sudah berpengalaman. Dia banyak mengetahui persoalan-persoalan luar negeri. Sewaktu depatemen luar negeri mengadakan rapat koordinasi dengan Duber dan Konjen awal tahun 2008, para peserta sempat dibuat tercengang. Sesuai prosedur tetap (protap), Deplu telah mempersiapkan konsep pidato presiden SBY. Namun SBY berbicara lepas tanpa teks (off the cuff)dan bahkan dia mampu berbicara panjang mengenai isu-isu politik luar negeri, seperti masalah ASEAN, Myanmar, Libanon, Nuklir Iran, Kosovo, KKP Indonesia-Timor Leste, OKI, Palestina, KTT Asia Timur, perubahan iklim, investasi, perdagangan, kehutanan, Islam-Barat, dan lain sebagainya.
Selain hal-hal yang dipaparkan di atas, banyak lagi prihal kepemimpinan dan pelajaran kepemimpinan dari Presiden SBY. Selain itu, yang membuat buku makin menarik adalah dibubuhkannya anekdot yang ada di sekitar istana.
Akhirnya, buku ini sangat bagus untuk mengetahui sosok SBY ’dari dalam’ atau dari orang yang melihat SBY dari dekat, dimana selama ini kita hanya mengetahui sosok SBY dari ’orang luar’ seperti yang ada di media-media dan komentar pengamat. Bukan hanya itu, buku ini memberi pelajaran yang berharga mengenai kepemimpinan. Kehadiran makin penting lagi di saat budaya kepemimpinan masih belum mengakar penuh di dalam masyarakat kita, padahal faktor kepemimpinan adalah hal yang sangat penting dalam kondisi apapun, apalagi dalam kondisi terbalut krisis seperti Indonesia saat ini
No comments:
Write komentartinggalkan jejak